Share

"Masalah Prestasi Tunggal ada pada Faktor Psikis"

Randy Wirayudha, Jurnalis · Selasa 09 April 2013 13:30 WIB
https: img.okezone.com content 2013 04 09 40 788625 S4FWR6t7GO.jpg Salah satu tunggal putri andalan Indonesia, Adrianty Firdasari.(foto:IST)
A A A

JAKARTA – Kehebatan Susi Susanti, Mia Audina maupun Joko Supriyanto dan Alan Budikusuma di sektor tunggal, kini bak tanpa penerus. Tahun demi tahun para pemain tunggal, terutama putri, kian merosot prestasinya.

Nama-nama seperti Lindaweni Fanetri, Maria Febe Kusumastuti, Adriyanti Firdasari dll, belum pula satu pun membuahkan gelar bergengsi ke tanah air dari berbagai turnamen internasional. Padahal, mereka tak kekurangan potensi dan kualitas.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Menurut Kabid Pembinaan Prestasi yang baru, Rexy Mainaky, persoalan menurunnya prestasi tunggal putri, tak terkonsentrasi pada kualitas, atau teknik yang dimiliki maupun dari sisi pelatih. Tetapi jatuh pada sisi psikologi pemain sendiri.

“Saya melihat ada pemain putri yang performanya stagnan, tapi juga ada yang berpotensi. Masalah itu terletak pada kepercayaan diri, bukan masalah teknik atau pelatih. Titik masalahnya ada pada psikologi,” beber Rexy dalam jumpa pers di Pelatnas Cipayung, Selasa (9/4/2013).

“Saya pernah tanya pada satu pemain, “Kamu mau juara, enggak?” Dia bilang susah. Itu kan berarti ada faktor takut juga. Pelatih juga punya peran untuk ini, mereka harus bisa meyakinkan pemain dan melihat kelemahan dan keunggulannya sendiri. Dari situ, si pelatih baru bisa memperbaiki prestasi di tunggal putri,” lanjutnya.

Mendatangkan pemain dari luar pelatnas untuk masuk ke timnas pun, pernah menjadi agenda pembicaraan pengurus. Tapi ada saja alasan yang membuat pelatnas tak bisa memakai para jasa pemain di luar pelatnas, yang terbilang punya prestasi bagus di turnamen internasional.

“Kami pernah panggil tapi ditolak. Mungkin mereka takut ada aturan-aturan tertentu yang mengekang. Kalau mereka enggak bawa nama pelatnas, mereka bisa lebih bebas, kalah pun enggak ada tekanan,” tambah Rexy.

“Beberapa pemain luar yang juga masuk pelatnas, buat saya sama saja. Seperti di (turnamen) Thomas-Uber Cup. Kita bukannya enggak “sreg” untuk memanggil lagi, tapi ya itu. Kami sering manggil, tapi ada yang menolak,” tandasnya.

(fit)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini