Share

PBSI Terapkan Sport Science, Dorong Pemain Lebih Pede

Randy Wirayudha, Jurnalis · Rabu 26 Juni 2013 16:02 WIB
https: img.okezone.com content 2013 06 26 40 827949 OyTXaPQzBo.jpg Tommy Sugiarto.(foto:Heru Haryono/okezone)
A A A

JAKARTA – PB PBSI, mulai menerapkan pengembangan sport science demi meningkatkan kualitas para pebulutangkis nasional. Selain untuk mengetahui sedikit-banyak kekuatan dan kelemahan lawan, analisa data dan performance diyakini bisa membuat para pemain lebih percaya diri.

PB PBSI melalui penjabaran Kepala Bidang Pengembangan, Basri Yusuf, juga ingin menerapkan analisa performance sejak usia dini. Pasalnya menurut Basri, usia 1 sampai 12 tahun merupakan jangka usia emas untuk mengembangkan bakat seorang anak untuk menjadi atlet.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

“China sendiri sudah menerapkan sport science macam ini sudah sedari 1959. Tapi itu di beberapa cabang lain. Untuk bulutangkis, mereka baru menerapkannya sekira 15-10 tahun lalu. Mereka menanamkannya melalui 200 sekolah olahraga yang mereka bangun di semua provinsi mereka,” ujar Basri di kantor PBSI, Rabu (26/6/2013).

Untuk tahap pembinaan, Basri memaparkan ada tujuh tahap, yakni awalan aktif berolahraga, dasar pembentukan mental dan sikap, dasar pembentukan pikiran latihan untuk jadi titik fokus ketimbang bertanding, latihan yang difokuskan pada cabang olahraga tertentu, fokus training to compete, fokus pelatihan untuk juara dan yang terakhir pembinaan kehidupan usai menutup karier.

Sementara untuk para atlet yang sudah terbentuk dari program latihan lama, analisa data dan video menjadi program yang akan difokuskan PBSI. “Data analisa ini kan merupakan bentuk dukungan teknis. Gunanya, supaya pemain bisa lebih percaya diri,” tutupnya.

Salah satu pebulutangkis nasional, Tommy Sugiarto, mengaku merasakan manfaat dari data analisa dan video yang belum lama ini menjadi tambahan menu persiapannya. Contohnya ketika Tommy berkali-kali gagal menaklukkan pebulutangkis China, Chen Long.

Dari sejumlah pertemuan sebelumnya, Tommy selalu kalah. Namun setelah melihat analisa data dan video, Tommy mengaku sedikit terbantu dengan mengetahui di mana titik serangan, gaya permainan Chen Long, serta kelemahannya sendiri untuk diperbaiki di kemudian hari. Hasilnya, Tommy sukses mengalahkan Chen Long di Indonesia Open lalu.

“Saya berpikir, dia memang sering mengalahkan saya ya. Tapi di pertemuan terakhir, selain melihat data analisa, saya juga mempertahankan keyakinan saja. Dari data-data yang ada, saya jadi tahu untuk banyak mengantisipasi 80 persen sisi kiri saya. Selama beberapa bulan ini, permainan dan titik serangnya terhadap saya selalu seperti itu,” timpal Tommy.

Namun begitu, menurut Tommy, faktor mental tetap tidak bisa dikesampingkan ketika sudah berhadapan dengan lawan di lapangan. Menyaksikan video lawan juga tidak bisa terlalu sering.

 

“Soal analisa data dan video, saya sendiri selama ini hanya cukup sekali melihatnya. Karena kalau terlalu sering, saya malah akan gugup nantinya. Di lapangan yang pertama itu kan masih mental,” tutur Tommy .

 

Kepala bidang Humas dan Media Sosial, Ricky Subagja juga mengamini pernyataan Tommy. Buat Ricky yang juga peraih emas Olimpiade 1996 itu, faktor mental masih punya pengaruh besar walau analisa data, video dan performance tetap diakui cukup membantu secara persiapan teknis.

 

“Saya melihat memang analisa performance itu membantu sekali untuk melihat kekuatan dan kelemahan lawan. Tapi tetap yang paling penting itu tadi, faktor mental,” paparnya.

(fit)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini