Share

Manis-Pahit Perjuangan Pebulutangkis di Negeri Kincir Angin

Rintani Mundari, Jurnalis · Rabu 20 Agustus 2014 13:53 WIB
https: img.okezone.com content 2014 08 20 263 1027228 zSBPG21S8I.jpg Jorrit de Ruiter. (Foto: Tjapko Piek/ Jorrit de Ruitter Facebook)
A A A

Kiprah Belanda di dunia sepakbola jelas tak bisa dipandang sebelah mata. Sejarah panjang berhasil ditorehkan De Oranje baik di kancah Eropa maupun dunia. Terakhir, Timnas Belanda yang dilatih Louis van Gaal itu berhasil memastikan tempat ketiga di pesta akbar Piala Dunia 2014 yang digelar di Brasil.

Sedikit cerita, Belanda yang dipimpin oleh Robin van Persie berhasil tampil mengejutkan. Padahal skuad Belanda dihuni sejumlah darah muda, meski masih ada nama Van Persie, Dirk Kuyt, dan Arjen Robben –yang notabene para pemain berpengalaman.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Negeri Kincir Angin itu tetap menyuguhkan sepakbola dengan filosofi mereka yang berlandaskan total football. Selama perhelatan di Brasil, Belanda sukses menumbangkan sederet tim kuat, yang paling mengejutkan tentu saja saat memorak-porandakan juara bertahan Spanyol, 5-1!

Australia, Cile, Meksiko, Kosta Rika, dan tuan rumah Brasil, merupakan sederet tim yang merasakan “keganasan” pasukan Van Gaal di tanah Samba. Belanda tercatat hanya takluk satu kali, yakni di tangan Argentina saat perebutan tiket final.

Lupakan soal si kulit bundar, terdapat olahraga lain yang tampaknya kini mulai digemari masyarakat dari Raja Willem-Alexander Claus George Ferdinand itu. Tepat, bulutangkis! Sejumlah kalangan bahkan berani memutuskan untuk menjadi atlet di negara yang populer akan sepakbola.

Kepada Okezone, Jorrit de Ruiter menuturkan kisahnya. Bagaimana ia mengenal olahraga tepok bulu yang mungkin lebih masyhur di Asia ketimbang di Eropa. Jorrit yang bermain di sektor ganda campuran ini juga mengungkapkan bahwa bukan perkara mudah untuk terjun dan serius di dunia bulutangkis.

Meski begitu, sederet hambatan tersebut tak lantas menyurutkan tekadnya untuk menjadi bintang di lapangan berukuran 13,40 x 6,10 meter. Berikut petikan wawancara Okezone dengan pebulutangkis kelahiran Haarlem 27 tahun itu beberapa waktu lalu.

(Foto: Tjapko Piek/ Jorrit de Ruiter Facebook)

Bagaimana Anda mengenal badminton? Siapa yang mengenalkan olahraga ini?

Saya mengenal bulutangkis karena kakak saya (yang saat itu berusia 7,5 tahun) bermain bulutangkis dan dia yang mengenalkan olahraga ini kepada saya. Sangat sulit sebenarnya menggeluti bulutangkis di Belanda karena minimnya dukungan finansial.

Tanggapan orangtua, keluarga, dan teman ketika Anda memutuskan jadi pebulutangkis?

Orang tua dan teman-teman selalu mendukung keputusan saya. Mereka sangat bahagia ketika melihat saya memiliki banyak gairah untuk olahraga ini.

Siapa Teladan Anda di Belanda?

Belanda sejatinya memiliki banyak teladan di dunia olahraga. Saya pribadi mengidolai juara Olimpiade seperti Epke Zonderland dan Ranomi Kromowidjojo.

Bagaimana negara menyediakan fasilitas dan dana untuk Anda mengikuti turnamen?

Di Belanda kami memiliki Olympic training centre –tempat di mana kami dapat berlatih. Di sini kami dapat berlatih setiap hari. Masalah dana, saat ini saya sama sekali tidak mendapatkan dana untuk mengikuti berbagai turnamen dan saya harus membayar segalanya sendiri. Ini sangat menyulitkan!

Perjuangan Anda untuk meyakinkan sponsor?

Saat  ini saya tidak memiliki sponsor. Salah satu apparel olahraga menawarkan saya kontrak, tetapi sangat buruk dan saya tidak ingin menandatanganinya. Sekarang saya mencari brand yang baik yang ingin mensponsori saya.

Tanggapan Anda usai menghadapi pemain dari Asia? Terutama Indonesia dan China?

Para pebulutangkis dari China dan Indonesia sangat kuat secara fisik, tetapi secara mental dan teknik kami dapat bersaing dengan mereka. Itulah alasan mengapa terkadang kami dapat mengalahkan mereka.

Dari sudut pandang Anda, mengapa China masih mendominasi?

Masyarakat China telah melakukan latihan sejak usia yang masih sangat muda. Namun, hanya ada beberapa dari mereka yang akan menjadi atlet top, sebagian lain menghilang. Sesi latihan mereka sangat berat. Mereka bagaikan mesin. Tetapi mesin juga kadang membutuhkan pelumas untuk menjalankan fungsinya lagi. Itu alasan mengapa kami dapat mengalahkan para pemain China, dengan bermain taktis dan cerdas. Karena secara fisik, para pemain Asia selalu lebih baik.

Terakhir, Apa yang akan Anda lakukan usai pensiun?

Saya berharap kelak dapat menjadi jurnalis olahraga atau seorang penulis. Selain itu, saya juga ingin bekerja untuk perusahaan olahraga sebagai marketing manajer. Karena saya mengambil jurusan marketing olahraga di Johan Cruyff University -merupakan pendidikan untuk para atlet profesional- dan memiliki gelar sarjana.

(rin)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini